“Kalau ada uang lebih, belikan emas…”, begitu yang sering diucapkan ibu saya dalam berbagai kesempatan. Kebetulan saya terlalu suka dengan perhiasan, sehingga nasihat ibu tersebut seringkali kita tidak begitu perhatikan…
Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah artikel yang diposting pada sebuah blog sahabat saya. Artikel tersebut menarik perhatian saya karena menceritakan kegelisahan sang penulis terhadap perkembangan nilai rupiah saat itu. Sahabat saya tersebut mengatakan, pada bulan Agustus 2008 nilai rupiah kita ada di kisaran 1 USD = Rp 9.200, sementara bulan Februari 2009 menjadi 1 USD = 12.275. Hanya dalam tempo 6 bulan saja nilai uang Rupiah turun 30% lebih!!! Saya sangat terkejut menyadari hal ini, kemudian saya berusaha mencari informasi lain sebagai pembanding untuk mempertegas analisa sahabat saya ini. Dari grafik dan data di Yahoo Finance saya menemukan fakta bahwa analisa sahabat saya ini benar.
Terus terang saya bukanlah seorang ahli ekonomi atau pengamat pasar uang, saya hanyalah masyarakat biasa sehingga saya tidak tahu secara persis dampaknya seperti apa. Yang jelas uang yang saya kumpulkan dari penghasilan saya setahun yang lalu tidak mampu untuk membeli barang yang sama saat ini. Kompensasi yang diberikan oleh bunga bank terhadap simpanan tabungan sangatlah tidak berarti, bunga tabungan 8%-10% tidak ada artinya dengan nilai penyusutan uang itu sendiri yang mencapai 30%.
Lantas salah siapa ini ?, kita sudah bekerja keras, menabung sebagian hasil kerja keras kita di bank dengan harapan cukup untuk biaya masa depan anak-anak dan hari tua kita – kok kehilangan daya beli 30 % begitu saja hanya dalam 6 bulan ?
Tidak ada yang perlu kita salahkan dalam hal ini, tetapi barangkali kita lupa sama nasihat orang tua kita. Kita lebih suka pada pola-pola investasi modern saat ini yang ternyata disaat kondisi ekonomi seperti saat ini jatuh berguguran. Sementara itu sebenarnya ada pola investasi yang sudah teruji selama puluhan bahkan ratusan tahun digunakan oleh orang tua kita sampai nenek moyangnya, yakni EMAS. Kita tidak cepat bereaksi dengan fenomena uang kertas yang nilainya relatif dan manipulatif ini. Kita juga sangat mudah lupa dengan pelajaran yang berulang kali sampai ke telinga kita.
Sepuluh tahun lalu uang kita kehilangan nilai sekitar 75% dalam beberapa bulan tetapi kita tidak menjadikannya pelajaran; maka sekarang kita harus menanggung kehilangan lagi hampir separuh (33 %) dari kehilangan 10 tahun lalu tersebut.
Perlu diingat bahwa perbandingan angka-angka tersebut masih Rupiah dibandingkan dengan US Dollar – yang keduanya tidak bisa mencerminkan nilai daya beli yang baku. Lebih buruk lagi kalau angka-angka tersebut kita bandingkan terhadap daya beli yang baku yaitu emas.
Dalam sepuluh tahun terakhir saja – bila diukur dengan Emas – Rupiah telah kehilangan nilai daya belinya sebesar 83%. Dollar yang sering dianggap perkasa-pun tidak terlalu jauh berbeda, pada periode yang sama US$ kehilangan daya beli sebesar 71%.
Lantas bagaimana solusinya agar asset kita tidak rusak nilainya ditengah realita bahwa kita juga masih butuh uang kertas untuk alat tukar kita sehari-hari ?. Ikuti nasihat ibu, beli EMAS…
Semoga bermanfaat…
* Purdi E Chandra
Comments :
0 comments to “INVESTASI RUPIAH ATAU INVESTASI EMAS ?”
Post a Comment